Sebuah Pengakuan

Aku hanyalah seorang lelaki yang menurutmu tidak dewasa dalam menghadapi hubungan karena (terlalu) meminta sebuah pengakuan, bayangkan –aku begitu kalutnya ketika suatu hubungan harus disembunyikan, selalu ada pikiran buruk menemani kegelisahan itu- bayangkan betapa tidak dewasanya aku saat ini
Entahlah apakah kau melihatnya atau tidak, aku merasakan sebuah tusukan didalam rusukku, merasa pengap penuh sesak, seperti sebuah pisau menyayat menghasilkan luka.
Entahlah Aku sudah pernah mencinta. Dan maafkan, kalau aku tak mengumandangkan kata-kata seperti di novel-novel romantis. Maafkan kalau aku tak akan pernah berkata padamu; "Aku tak pernah merasakan yang seperti ini sebelumnya, engkau berbeda," atau semacamnya. Karena bagiku, itu terlalu muluk, terlalu cengeng, terlalu gombal. Dan tentu saja, karena bagiku itu tak benar; setiap kisah cintaku tak pernah serupa, tak pernah tak istimewa, bukan karena kau tak berbeda dan tak istimewa bagiku.
Maafkan pula bila aku tak sanggup mengucapkan, "kau adalah cinta terakhirku." Aku sudah pernah mengucapkannya pada wanita lain, di kurun hidup yang lain, dan aku mengingkarinya. (dan bagaimana pula aku bisa mengatakannya bila aku tak tahu apakah kau masih mencintaiku atau tidak? Setidaknya kau masih belum mampu mengakui kehadiranku).
Yang bisa dan sanggup aku katakan padamu saat ini mungkin terlalu sepele untuk kutawarkan padamu; tak pernah terlewat waktu satu malam pun—dalam beberapa waktu terakhir ini—aku terlelap tanpa sebelumnya mereka-reka rencana untuk bertemu lagi denganmu. Walau sekejap saja, walau sekedipan mata, sejabatan tangan. Dan bila kau mencintaiku saat ini, aku akan menghabiskan masa bersamamu, berusaha membuatmu tersenyum.
hanya disisi lain aku membutuhkan sebuah pengakuan,..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar